Followers

RSS

REVIEW & ANALISA FILM “THE WAY HOME”



BELAJAR PSIKOLOGI PERKEMBANGAN MELALUI CONTOH FILM PART 1



·         Judul    : The Way Home

·         Genre  : Drama

·         Cast     : Eul Boon Kim as Grandmother, Seung Ho Yu as San Woo, hyo Heng Doo as San  Woo’s Motger

·         Rilis     : 2002


Assalammualaikum, selasa sore di hari ke 28 bulan Ramadhan tiba-tiba  aku teringat akan sesuatu. Aku rindu kalian psikologi’08. Semoga kalian tetap sehat ya kawan!!. Aku rindu kalian semua. Aku rindu mendengarkan dosen berceloteh materi kuliah psikologi bersama kalian, rindu mengerjakan tugas deadline, belajar untuk kuis, uts, dan uas. Satu lagi nih yang paling aku rindukan, merindukan tugas review film yang menumpuk dari dosen. Menonton film bersama kalian di kelas itu sangat berkesan, rasanya ruang kelas seperti mini bioskop. Tiada bosannya kita mencari tugas review film untuk kelompok kita masing-masing bahkan ada tugas review film individu. Kalau dipikir-pikir kita kuliah psikologi atau kuliah kritikus film yah ahaha.


Namun semua itu menyenangkan, kita tertawa, merasa ngeri, dan terbawa emosi saat menonton film apapun itu genrenya. Yah sejak saat itu aku semakin menyukai film, semakin suka dan suka. Aku berterima kasih pada dosen-dosen psikologi yang sudah memperkenalkan film-film yang bermakna. Semenjak itu aku belajar untuk melihat film sungguh dari kualitas dan makna yang dihadirkan dalam sebuah film, bukan sekedar tampang aktor&aktris yang menunjang. 


Kalau soal fisik aktor&aktris itu nilai lebih dari film. Di psikologi kita juga pernah melihat aktor yang mungkin tidak terlalu good looking, tapi syarat makna. Kita mengangguk dan memahami arti kemanusiaan dari sebuah film, seperti film “HOTEL RWANDA”, masih ingatkah kalian? Haha tugas analisa psikologi sosial nih. Kita tertawa bersama saat menonton film “KUNGFU PANDA”. Film merupakan gambaran kehidupan sehari-hari walau itu fiksi dan banyak makna bila dianalisa dengan ilmu psikologi. Jadi jangan sepelekan film hanya dari aktornya yah readers, tapi isinya diresapi pesannya dengan positif no negatif. Tapi semua balik ke selera masing-masing, setiap orang punya selera yang beda.


Di atas hanyalah intermezo kerinduan penulis pada psikologi’08 yang kocak. Readers bisa belajar psikologi dengan mudah melalui sharing pengalamanku menonton dan menganalisa film bersama teman kelompok beberapa tahun lalu. Film yang berasal dari negeri gingseng, Korea Selatan “THE WAY HOME” Ini bukan film romantis readers, tapi film keluarga yang syarat akan makna. Film “The Way Home” dipilih oleh dosen untuk mengisi materi perkuliahan psikologi perkembangan. Lumayan kan bisa belajar psikologi perkembangan yang contohnya langsung film hehe. 


Singkatnya, film “THE WAY HOME” menceritakan seorang anak bernama San Woo (7 tahun) yang berasal dari kota dan terpaksa harus tinggal bersama neneknya berusia 77 tahun di sebuah desa terpencil. Si ibu terpaksa menitipkan San Woo pada neneknya karena kepentingan pekerjaan. San Woo kurang mampu beradaptasi saat berada di desa. San Woo terkesan manja, egois, dan nakal, karena kebiasaan ia hidup di kota serta didikan dari sang ibu. Neneknya yang tuna rungu, semakin membuat sulit untuk berkomunikasi. Terkadang San Woo pun tidak mengerti maksud dari ungkapan si nenek. Sebenarnya si nenek sangat bahagia bisa tinggal bersama cucunya itu, walau dengan keterbatasan yang dimiliki.




Film ini mampu mendeskripsikan kasih sayang dan cinta seorang nenek kepada cucunya tanpa perlu banyak berkata-kata, karena kasih sayang dapat ditunjukkan dengan tindakan. Perilaku nenek yang polos dan tingkah San Woo yang manja dan egois membuat drama ini menyenangkan, haru, lucu, dan pastinya layak untuk ditonton. Perlahan sifat San Woo mulai melunak, ia mulai membantu pekerjaan nenek walau terkadang San Woo masih merasa kesal. Sifat egois anak-anak memang lucu. 


Adegan yang berkesan bagiku, ketika San Woo dan nenek pergi ke pasar untuk menjual buah. San Woo meminta neneknya pulang sendirian, karena San Woo ingin pulang bersama seorang gadis kecil yang ia suka. San Woo sampai duluan di rumah, namun ia tidak mendapati si nenek di rumah. San Woo menunggu bus di depan jalan, mungkin saja si nenek naik bus dan terlambat datang pikirnya. Tapi nenek tidak kunjung datang, San Woo mulai khawatir. Mata San Woo mulai berkaca-kaca dan tertunduk menyesal. Tiba-tiba nenek datang, ternyata si nenek berjalan kaki dari pasar ke rumah yang jaraknya jauh sekali. San Woo menangis dengan kerasnya saat melihat si neneknya berjalan tertatih-tatih. Sangat mengharukan.


Kesabaran nenek membuat cucunya semakin mengerti bahwa si nenek sangatlah menyayanginya. Sebelum kembali ke kota San Woo mengajarkan si nenek menulis surat agar si nenek bisa mengabari San Woo jika terjadi apa-apa. Di situ San Woo menangis karena tidak tega meninggalkan neneknya yang hidup sendiri di desa. Penasaran? Kalau penasaran nonton, film ini bagus banget dan didedikasikan untuk nenek dan para calon ibu di seluruh dunia hoho. Terlebih jika kelak readers memiliki anak atau adik yang masih kecil bisa belajar pola asuh dari sebuah film, tapi ingat tidak semua pola asuh bisa kita sama ratakan untuk anak-anak. Film ini hanyalah refrensi semata, yang terpenting kita harus mengenali anak atau adik kita terlebih dahulu baru bisa menerapkan pola asuh yang sesuai. Tak kenal maka tak sayang hihi, itulah yang ingin diungkapkan film ini.



Pemeran San Woo Kecil ( Seung Ho Yu)

Seung Ho Yu menjelma menjadi pria tampan sekarang*lol


Nah untuk mempermudah aspek psikologi yang dibahas dalam film “The Way Home”, aku akan sharing tentang perkembangan kognitif, perkembangan psikosial, dan pola asuh orang tua dari San Woo kecil.


  • Perkembangan kognitif

Dalam psikologi, perkembangan kognitif anak merupakan tahapan terpenting dalam mengetahui apakah anak berpikir sesuai dengan tahapan perkembangannya. Beberapa ahli memiliki pandangan berbeda mengenai tahapan perkembangan kognitif anak yang dibagi berdasarkan umur dan kemampuan berpikirnya. Papalia dan Piaget memiliki teori perkembangan kognitif yang berbeda. Nah penulis akan memberikan penjelasan perkembangan kognitif San Woo kecil berdasarkan tokoh psikologi si kakek Piaget. Penulis memilih teori perkembangan kognitif kakek Piaget karena mudah dipahami. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan kemampuan seorang anak dalam beradaptasi dengan menginterpretasikan objek dan kejadian yang ada di sekitarnya. Di mana seorang anak mampu mempelajari objek-objek seperti benda berupa mainan, perabotan rumah, dan mampu membedakan objek sosial seperti orang tua dan teman. Mampu mengetahui persamaan dan perbedaan guna memahami penyebab terjadinya suatu kejadian atau peristiwa.



Untuk tahap perkembangan kakek Piaget membagi menjadi 4 tahapan readers. Pertama, tahapan sensori motorik (usia 0-2 tahun), kemampuan bayi menyusun pemahaman dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman indera (sensori) seperti merasa, melihat, dan mendengar. Misalnya saat ibu atau ayah menyentuh tangan bayi, memanggil nama bayi, hal itu dapat merangsang sensori motorik bayi. Agar bayi dan balita sadar bahwa ada objek di sekitarnya. Kedua, tahapan  pra operasional (2-7 tahun) adanya peningkatan pemahaman simbolis dan penggunaan bahasa mulai berkembang. Ketiga, tahapan operasional konkret (7-11tahun), yakni kemampuan anak berpikir logis mengenai peristiwa-peristiwa konkrit, mulai memahami kenyataan dan mengklarifikasikan benda ke dalam bentuk yang berbeda. Keempat, tahapan operasional formal (11-15 ke atas), anak atau remaja dapat berpikir logis dari sebelumnya dan lebih mampu berpikir abstrak dan cenderung idealis,



San Woo kecil berusia 7 tahun dan berdasarkan pengamatan selama di film, San Woo termasuk dalam tahapan ketiga yaitu tahapan operasional konkrit (7-11tahun).  San woo melakukan aktivitas mental yang terfokus pada objek ataupun peristiwa yang nyata. Seperti pada saat neneknya sakit, San Woo berusaha untuk mencoba membantu dan mengobati neneknya dengan cara menyelimuti, mengompres agar demamnya turun sampai pada berusaha untuk menbuat makan siang neneknya agar cepat sembuh.



Dalam upaya untuk memahami keadaan sekitarnya, San woo mulai bisa membedakan antara kenyataan yang sesungguhnya dengan keadaan sementara atau juga bisa di artikan sudah dicapainya kemapuan konservasi, dapat di ambil contoh seperti pada saat makanan yang di bawanya habis. San woo ingin makan ayam kentucky pada saat itu dia masih belum mengetahui keadaan yang sesungguhnya bahwa di tempat neneknya tidak ada ayam kentucky, dengan berjalannya waktu akhirnya San woo dapat beradapatasi dan mengetahui kenyataan yang sesungguhnya hidup di pendesaan. Dari contoh di atas dapat di simpulkan bahwa San Woo sudah tidak lagi mengandalkan persepsi pengelihatannya seperti melihat makanan kota di majalahnya akan tetapi sudah mengandalkan  kemampuan berpikir logikanya.



Adanya serangkaian tindakan terarah yang lain, sudah dapat mengambil tindakan terarah. Seperti ketika mengetahui baterai game boynya habis, san woo berusaha minta dan mencari uang untuk membeli baterai, mencuri tusuk konde neneknya untuk dapat ditukarkan dengan beterai, dan kemudian mencari tau tempat penjualan baterai dengan mencoba bertanya dan menunjukkan batreai yang di inginkan. Bahkan San woo pun mulai memahami hal-hal yang nyata seperti ketika San woo pergi ke pasar dengan neneknya, san woo melihat perjuangan neneknya dalam mencari uang dengan menjual hasil tanamannya seperti semangka untuk membelikan san woo makanan enak dan sepatu baru. San woo mengerti bahwa mencari uang itu tidak semudah yang dia bayangkan (hal yang nyata).

Itulah perkembangan kognitif seorang San Woo kecil jika dikaji melalui ilmu psikologi dengan teori kakek Piaget. Sebenarnya perkembangan kognitif tiap anak berbeda-beda. Teori ini hanya berbicara bagaimana seorang anak mampu berpikir sesuai dengan tahapan perkembangan. Jika readers menemukan seorang anak pada usia tertentu memiliki perkembangan kognitif terlalu pintar, terlalu dewasa atau sebaliknya, jangan langsung dibilang tidak normal atau tidak sesuai. Nah alangkah baiknya kita arahkan agar anak-anak yang memiliki perkembangan kognitif rata-rata dan di atas rata-rata bisa belajar sesuai porsinya agar nantinya tidak menjadi anak karbitan alias dewasa sebelum waktunya. Hal ini juga berlaku jika kita menemukan anak yang memiliki retardasi mental, jangan pandang sebelah mata. Mereka juga anak-anak yang cerdas.

Penentuan kemampuan berpikir anak tergantung dari peran orang tua dan sekitarnya, tentu saja pengaruh lingkungan berpengaruh serta gizi yang seimbang. Seperti halnya San Woo, ia memahami peristiwa berdasarkan pengalaman  yang ia alami sendiri. Kasarannya ia mendapat pelajaran dari lingkungan. Namun baikknya setelah mendapat pelajaran dari lingkungan, anak atau adik kita tetap dibimbing ya?, kita membantu untuk menguraikan saja. Tentu saja kita harus menyatu bersama mereka dengan menggunakan bahasa ana-anak yang mudah mereka pahami.


            Anak-anak itu seperti kertas kosong yang putih polos. Kitalah orang dewasa dan lingkungan yang berperan dalam mewarnai kertas kosong itu. Anak-anak yang keingintahuannya besar pasti akan mewarnai dirinya dengan menyatukan diri bersama lingkungan. Lingkungan itu siapa? Tentu saja lingkungan itu adalah kita. Kita adalah orang tua, kakak, teman, dan kerabat. Kita berperan seperti kuas bagi anak-anak kita. Bukankah dalam pandangan islam anak juga adalah cerminan orang tua hehe. Maka didiklah sebaik-baiknya dan kenali perkembangan kognitif anak atau adik kita dengan baik agar mereka memiliki intelektual baik dan berakhlak mulia. INGAT!! Tiap anak punya keunikan berbeda, galilah keunikan tersebut. Ya seperti itulah kira-kira pendapatku. Jika readers memiliki pandangan yang berbeda bisa komen di blogku. Kalian bisa komen apapun yang kalian tahu, yah komen tidak harus anak psikologi siapapun boleh hihi. Untuk part dua dilanjut lain kali ya, biar readers tidak lelah membaca tulisanku.  Terima kasih sudah menyimak sharing analisa film ini, kurang lebihnya mohon maaf yaa. Wassalam =)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

REVIEW NOVEL “ANANTA PRAHADI”



Judul                   : Ananta Prahadi
Penulis                : Risa Saraswati
Penerbit              : Rak Buku
Cetakan               : Pertama, Mei 2014
Tebal                   : 278



Assalammualaikum, sabtu siang di bulan Ramadhan semoga kita selalu dalam keadaan sehat walafiat ya readers. Bulan Ramadhan sebentar lagi berakhir. Rasanya masih rindu dengan bulan Ramadhan. Yah seandainya bisa diperpanjang jadi satu semester pasti menyenangkan. Semoga tahun depan kita masih diberikan kesempatan oleh Allah untuk berjumpa lagi dengan bulan penuh berkah. Aamiin 

Siang ini ada keinginan untuk review salah satu novel dari penulis favoritku yaitu Risa Saraswati. Apakah dari readers tahu siapa Risa Saraswati?, pasti nama ini tidak asing buat kalian yang senang dengan hal-hal yang berbau mistis. Wah berarti termasuk aku ya? Hehe. Risa Saraswati adalah seorang penyanyi di band indi “ Sarasvati” dan aktif menulis novel. Novel yang ditulis oleh kak Risa, kebanyakan merupakan kisah nyata bersama sahabat-sahabatnya yang kasat mata.  

Aku Tania, perempuan biasa... tapi mereka bilang aku ini Alien. Aku perempuan yang suka tertawa, tapi mereka bilang aku Monster. Aku perempuan bahagia, namun memang seiring kebahagianku membuat mereka semua menderita. Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri, sesulit itukah mewujudkan keinginanku ini?

Nama saya Ananta Prahadi, panggil saja Anta. Hobi bersih-bersih rumah, makan lontong kari, dan sangat menjunjung tinggi pelestarian makhluk langka. Jangan heran, kalau saya sangat suka berada di sisi makhluk langka. Makhluk langka yang saya jaga sekarang merupakan spesies terakhir perempuan unik yang ada di dunia ini.

Saya Pierre. Hmm... saya harus bilang apa?

Kutipan kalimat di atas berasal dari novel “ANANTA PRAHADI”. Cukup membuat penasaran terutama kalimat yang dilontarkan si Pierre pada akhir kalimat dan judul novel yang mengundang pertanyaan, “siapa sih si Ananta Prahadi itu?”. Sebelum membeli novel karya kak Risa ini, aku sempat membaca sampel novel yang ia tulis di blog pribadi miliknya dengan judul yang sama. Awal membaca cerita, banyak dari pembaca blog kak Risa menyangka kalau sampel novel ini memiliki genre yang sama dengan novel sebelumnya, termasuk aku. Setelah mengikuti alurnya 100% berbeda. Karena rasa penasaran aku berencana untuk membelinya di toko buku, namun keinginan ini pupus seketika saat aku melihat novel lain karya kak Risa “Sunyaruri” yang sedang duduk manis di rak toko buku Toga Mas Haha. Sepertinya Sunyaruri lebih menggoda saat itu dibandingkan Ananta Prahadi.

Masih penasaran, aku tetap berencana membeli novel itu setelah selesai membaca Sunyaruri dan saat tabunganku cukup, curhat nih yee haha. Namun ada seseorang yang sangat spesial memberikan novel  Ananta Prahadi sebagai kado ulang tahun. Yeeyy senangnya hahhaha. Alhamdulillah ya, dapat kado novel yang sebelumnya sempat aku tunda pembeliannya karena novel lain walau penulisnya sama.

Ananta Prahadi adalah novel pertama kak Risa Saraswati yang murni berasal dari imajinasinya. Memang berbeda dengan novel-novel sebelum Ananta Prahadi lahir. Novel sebelumnya banyak mengisahkan kisah mistis dan komunikasi kak Risa bersama sahabat-sabahat kecilnya serta makhluk kasat mata lainnya. Sederhananya, novel ini menceritakan persahabatan dan cinta. Mungkin bagi para pembaca, genre semacam ini sudah banyak diangkat dalam sebuah novel. Tapi, yang membuat novel ini unik adalah karakter yang ada dalam novel sangat kuat.  Kak Risa mampu menggambarkan kuat karakter dari masing-masing tokoh dengan cukup baik. Itulah yang membuat novel Ananta Prahadi memiliki nilai lebih meskipun bergenre persahabatan dan cinta. 

Adapun di dalam novel ini ada 3 tokoh utama yaitu Tania, Ananta, dan Pierre. Tania adalah perempuan egois, sensitif, angkuh, namun memiliki hati yang rapuh di dalamnya. Ia dianggap alien oleh orang sekitarnya, seperti perempuan alien yang gila. Tania pun tidak segan-segan bersikap kasar kepada orang yang tidak sejalan dengan dirinya termasuk menentang keluarganya sendiri. Sampai seuatu hari ia bertemu dengan seorang murid pindahan, Ananta Prahadi. Ananta adalah pria polos, berlogat sunda kental, dan ceria yang akhirnya menjadi sahabat Tania selama 6 tahun.  Ananta adalah seorang yatim piatu, Tania pun memberikan izin tinggal di Paviliun sebelah rumah keluarga besar Tania. Jelas tidak ada yang bisa menentang keputusan Tania yang satu ini. Ananta berperan menjadi sahabat, sekaligus menjadi agen khusus untuk memasarkan karya lukisan-lukisan Tania. Ananta pun tidak keberatan ketika Tania berkata kasar dan julukan jelekan yang diberikan padanya. Ananta selalu menanggapinya dengan ceria.  Orang tua Tania pun heran mengapa seorang laki-laki seperti Ananta Prahadi bisa tahan dengan anak perempuannya. 

Sebagai seorang agen penjual lukisan karya Tania, Ananta memperkenalkan seorang Pierre dalam kehidupan Tania. Pierre adalah seorang pria tampan berdarah Perancis yang menyukai karya seni dan menjadi kolektor seni, termasuk karya-karya lukisan Tania yang sebelumnya telah dilihat oleh Pierre. Tania jatuh cinta pada Pierre, walau pertemuan mereka sejak awal ada sedikit kesalahpahaman.  Tidak dapat dipungkiri dalam menjalin persahabatan bersama Ananta, sebenarnya hati Tania tidak bisa berbohong kalau ia juga mulai menyukai Ananta. Bisa dibilang Tania mengalami kegalauan haha. Secara garis besar, konflik yang dihadapi oleh para tokoh utama ini adalah cinta segitiga. Tokoh antagonis dalam novel ini adalah karakter Tania yang memang cenderung sangat labil.

Cerita selanjutnya yakni perkenalan tokoh Pierre yang mulai menjalin kedekatan cinta bersama Tania. Kehadiran Pierre dalam novel ini memiliki nuansa berbeda. kehadiran orang ketiga biasanya membuat hubungan dua orang sebelumnya menjadi semakin kacau, karena kebanyakan hadirnya orang ketiga diantara dua sahabat memiliki karakter antagonis. Ini jusru sebaliknya, Pierre cenderung protagonis dengan karakter yang lembut dan tidak pernah mengeluh pada sifat Tania yang pemarah dan cenderung berubah-ubah. Pierre tidak terkesan ingin merebut Tania. Tania lah yang semakin membuat rumit dirinya sendiri.
Jika ditarik kesimpulan pola cerita yang dihadirkan memang dibuat berulang yaitu Ananta datang-Ananta menghilang, ini pun terjadi pada tokoh Pierre. Pierre datang dan Pierre menghilang. Hingga ditutup dengan kepergian salah satu pria tersebut dari kehidupan Tania untuk selamanya. Haha penasaran kan? Baca novelnya yah dan siapa kira-kira yang pergi dari keidupan Tania. Jadi pesan moralnya, kita sebagai perempuan juga tidak bisa memiliki dua pria yang menyayangi kita, diingat pesanku ya readers*lol.

Keragaman karakter yang kuat membuat novel ini menjadi kaya. Itulah yang menjadi kelebihan novel keempat kak Risa. Karakter yang kuat dari ketiga tokoh membuat alur cerita yang biasa seperti percintaan dan persahabatan menjadi lebih berkarakter karena sifat ketiga tokoh. Tania yang angkuh dan keras kepala bertemu dengan Ananta yang sopan dan juga polos. Lalu Tania bertemu dengan Pierre yang tenang dan lembut. Hampir seimbang meskipun Tania lebih menonjol dalam cerita. Latar novel menjelaskan kota Bandung yang sejuk nan asri. Beberapa negara Eropa pun dipilih untuk tema novel ini seperti negara Rumania, Polandia, dan Swiss yang jarang digunakan dalam sebuah novel. Perancis juga menjadi pilihan kak Risa untuk latar novel Ananta Prahadi ketika Tania merasa tak tahu arah.

Hanya saja jika berbicara dari kekurangan novel ini, menurutku adalah kenapa karakter Tania sangat kuat dibandingkan Ananta Prahadi yang menjadi topik utama dalam judul novel ini. Itu yang aku rasakan saat membaca novel tersebut.  Beberapa pembaca lain juga berkomentar “kenapa judulnya tidak Tania saja?” padahal karakter pria dalam novel ini sangatlah seimbang yakni antara Ananta dan Pierre. Ananta yang sopan dan polos sedangkan Pierre yang tenang menghayutkan dan lembut pada perempuan, keduanya mampu menarik perhatian seorang Tania. Jadi memang novel ini cocok jika judulnya “Tania”  atau berikan judul yang lain haha. 

Jika aku simak, gaya tulisan kak Risa memang lebih kuat di karakter tokoh dibandingkan cerita. Mirip sekali dengan gaya tulisan beberapa penulis luar (west) yang lebih menonjolkan karakter melalui gaya percakapan tokoh dan kata-kata yang dilontarkan untuk menjelaskan isi cerita dibanding mengandalkan alur cerita untuk menjelaskan karakter. Hahaha  sok jadi kritikus novel ya. Tapi inilah review dan penilaianku tentang novel ANANTA PRAHADI.  Nilai dari skala 1-10 aku beri nilai 8 untuk novel ini. Jika readers pernah membaca novelnya bisa memberikan komentar, siapa tahu punya padangan yang berbeda. Kalau  pun belum membaca novelnya bisa memberikan komentar untuk reviewku hohoho

Thank You sudah menyimak. Wassalam  =)


 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS